Pages

Aug 3, 2011

Tauzhiyah Hikmah " Indah-nya Ramadhan 2

♥ بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم ♥

Allah Azza Wa Jalla . Berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa "
(QS.Al Baqarah:183)

♥•*¨*♥•♥*¨*♥• Tauzhiyah Hikmah " Indah-nya Ramadhan 2 •♥*¨*♥•♥*¨*♥

Imam Shodiq a.s, pemimpin Islam dari keturunan Rasul berkata,
“Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat baik, bulan yang di masa Rasulullah disebut sebagai bulan yang penuh rahmat.

Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda,
“Jika kalian mengetahui apa yang ditakdirkan bagi kalian dalam bulan Ramadhan, kalian akan sangat bersyukur kepada Allah.

Ibnu Abbas juga berkata,
“Dari Rasulullah saya mendengar bahwa sesungguhnya surga dihias dan diperindah untuk menantikan kedatangan bulan Ramadhan.”

Dalam Islam, semua orang yang mencapai usia baligh diwajibkan untuk
berpuasa sehingga dalam sebulan penuh, mereka akan berlatih untuk membangun diri dan menumbuhkan sifat-sifat mulia dalam jiwanya. Syarat penting puasa adalah memiliki kesehatan dan tidak memiliki penyakit. Artinya, orang-orang yang sakit, sedang berperjalanan jauh, atau usianya telah sangat tua dan tidak lagi mampu berpuasa, mereka dibebaskan dari kewajiban berpuasa


Berpuasa Ramadhan bertujuan menambahkan Taqwa.
Taqwa ialah kekuatan dalaman anugerah Allah untuk manusia berhadapan dengan fitnah hidup ini dengan selamat hingga ke akhirat. Kesannya mendalam hingga ke Ramadhan akan datang. Rasulullah telah menjanjikan kita dengan sabdanya, “Sholat yang lima. Jumaat hingga Jumaat, dan Ramadhan hingga Ramadhan menghapuskan dosa-dosa yang di antaranya apabila
(dengan syarat) dijauhi dosa-dosa besar” (Riwayat Muslim),

Puasa dalam bentuk lahirnya adalah menahan diri dari makan,
minum,sebagian kelezatan duniawi.Sementara itu, hakikat puasa adalah
berjuang menahan hawa nafsu dan hal ini sangat bermanfaat dalam memperkuat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah, serta menumbuhkan jiwa yang mulia. Oleh karena itu orang yang tidak melatih diri untuk berpuasa dengan fisik dan jiwanya, dan tidak berusaha menahan rasa lapar dan haus yang tidak seberapa, adalah bagaikan tumbuhan yang hidup di pinggir sungai.

Jika dalam beberapa hari tumbuhan ini tidak memperoleh air, dengan segera ia akan kering dan mati. Sebaliknya, tumbuhan yang hidup di sela-sela padang pasir, yang cabang-cabangnya selalu disengat teriknya mentari dan diterpa angin panas sahara, selalu kuat bertahan menghadapi berbagai kesulitan. Puasa juga melatih manusia menghadapi kesukaran dan kesusahan. Melalui latihan puasa, kemampuan serta kekuatannya untuk menghadapi kejadian yang pahit akan semakin tinggi.

Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda dalam sebuah Hadits,
“Puasa merupakan tameng pelindung bagi orang yang berpuasa. Ketika seseorang berpuasa, janganlah ia mengucapkan kata-kata yang buruk, jangan meninggikan suara karena kebencian dan permusuhan, dan ketika ada yang menghinanya atau mengajaknya bertengkar, ia akan berkata ‘saya sedang berpuasa’. ”

Alkisah, ada seorang ilmuwan abad ke-2 Hijrah bernama
Buhlul yang mendapat kemuliaan menjadi murid dari Imam Shodiq a.s.
Perkataan-perkataannya mengandung nilai dan hikmah yang berharga.
Suatu hari, Buhlul bersama Khalifah Abbasi berjalan-jalan di sebuah kebun yang saat itu penuh lumpur karena baru disiram hujan. Khalifah dengan nada mengejek, berkata, “Berhati-hatilah agar tidak terpeleset.” Buhlul menjawab, “Tuan Khalifah, tidak apa-apa jika saya terpeleset. Namun jika Anda yang tergelincir, seluruh rakyat yang akan menanggung kesengsaraan.”

Ibadah dan penghambaan merupakan tabiat fitrah manusia.
Oleh karena itu, setiap manusia memiliki potensi untuk melakukan ibadah dan penghambaan. Sebagian manusia mengaktifkan dan mengembangkan potensi itu sehingga dia dengan penuh ketundukan bersimpuh di hadapan Allah Yang Mahaesa. Namun, sebagian manusia lainnya mengabaikan potensi yang tertanam dalam jiwanya itu dan hidup dalam kesesatan. Imam Ali a.s. pernah mengatakan bahwa sumber utama dari ibadah dan penghambaan adalah pengetahuan dan pengelihatan. Beliau bersabda, “Buah dari pengetahuan adalah ibadah

Ibadah adalah ketundukan dan penghambaan. Ketundukan ini bisa dicapai ketika manusia merasakan dan memahami kebesaran, keagungan, kasih-sayang, serta kebijaksanaan Tuhan. Oleh karena itu, ketaatan dan penghambaan bersumber dari pengenalan kepada Tuhan dan pengenalan kepada diri sendiri. Selanjutnya, semakin dalam pengenalan manusia terhadap Tuhan dan dirinya sendiri, semakin besar pula penghayatannya terhadap doa dan munajat yang ia lakukan.

Inilah yang dimaksudkan oleh Imam Ali ketika berkata,
“Dua rakaat sholat seorang yang berilmu lebih baik dari 70 rakaat sholat orang yang tidak berilmu.

Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda
“Bukanlah puasa itu semata-mata meninggalkan makan dan minum tetapi puasa ialah meninggalkan perbuatan sia-sia dan cakap kosong. Jika sesiapa dimaki atau diperbodoh oleh seseorang katakanlah ; ’Saya berpuasa, saya berpuasa” (HR. lbnu Khuzaimah dan lbnu Hibban)

Sebagaimana yang kita ketahui, Al Quran adalah mukjizat abadi dari ALLAH
yang diturunkan secara bertahap, sesuai dengan kondisi dan keperluan pada
saat itu. Ayat-ayat suci Al Quran selain menarik jiwa ke arah keesaan, juga menghilangkan debu kebodohan, dan mengenalkan manusia kepada kebaikan dan kemuliaan. Untuk lebih memahami ayat-ayat Al Quran, kita sebaiknya berusaha mencari pengetahuan mengenai asbabun-nuzul, atau sebab-sebab diturunkannya suatu ayat Al Quran. Dalam kesempatan mulia di bulan Ramadhan ini, kami mengajak Anda untuk mengenal asbabun-nuzul surat Al Baqarah ayat 267.

Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, kaum muslimin Mekah meninggalkan rumah dan kehidupan mereka untuk ikut berhijrah bersama Rasulullah. Orang-orang yang hijrah atau kaum Muhajirin itu, untuk sementara tinggal di sebuah masjid di Madinah. Kaum Anshar, atau penduduk asli Madinah, atas seruan Rasulullah, juga berlomba-lomba memberikan pertolongan kepada saudara-saudara mereka kaum Muhajirin. Mereka menyisihkan sebagian hasil kebun untuk diserahkan kepada para Muhajirin.

Setiap kali kaum Anshar mendapatkan kelebihan hasil kebun, semakin besar pula bagian yang mereka infakkan. Mereka memisahkan tangkai yang penuh kurma lalu menggantungkannya di antara dua tiang masjid, sehingga kaum Muhajirin dengan mudah dapat memetik dan memakannya.

Di antara kaum Anshar itu, ada orang-orang yang ketika berinfak, mereka mencampurkan kurma yang baru dengan kurma yang sudah kering, lalu diberikan kepada kaum Muhajirin. Mereka tidak mengetahui bahwa berinfak dengan cara seperti ini selain tidak memberi banyak manfaat kepada saudara-saudara mereka kaum Muhajirin, juga merupakan sebuah penghinaan. Pada saat itulah ayat ke 267 surat dari Al Baqarah diturunkan. Ayat ini artinya adalah sbb.

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Alalh sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kami nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya, melainkan dengan memicingkan mata terahdapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” Shadaqallahul aliyyul adzim....

Dalam sebuah hadits " Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam bersabda:“
Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan saudaranya sesama mukmin yang lapar,niscaya Allah akan memberinya buah-buahan Surga.
Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum saudaranya sesama mukmin yang dahaga, niscaya Allah akan memberinya minuman Rahiqul Makhtum......Wallahu 'alam Bishawab ...

♫•*¨*•.¸¸•*¨*•♥•*¨*•ﷲ¸¸.•*¨*• hamba ﷲ:•*¨*•:♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫

No comments:

Post a Comment